Unknown
Kembali  ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang 


   Pada tanggal 3 Februari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Tanggal 9 Maret 1942, pemerintah Hindia belanda menyerah kepada Jepang dan tanggal 22 Maret 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Di masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka dan ia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, mayor Jenderal Harada menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui bahwa kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.
   Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di lapangan ikada (sekarang lapangan merdeka) tanggai 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia lebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali. Proklamasi pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPUPKI) diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dengan Soekarno sebagai ketua dan Mohammad Hatta sebagai wakil ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh  Indonesia, 9 dari pulau Jawa dan dua belas orang dari luar pulau Jawa.
   Tanggal 16 Agustus 1945 malam, PPKI mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (Jl. Imam Bonjol sekarang), yang berakhir pada pukul 3 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu soekarno, Hatta, Soebardjo, Soekarni dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai, mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh. Tangal 17 agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan timur 56 Jakarta. 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden Republik Indonesia (RI) dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi wakil presiden RI. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa presiden dan wakil presiden harus merupakan satu dwitunggal.
   Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli 1947, Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhie dengan menyamar sebagai co-pilot bernama Abdullah (pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa pemerintah PM Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
   Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima besar Soedirman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Hatta yang mengetuai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Hatta juga menjadi perdana menteri waktu negara Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI), Hatta kembali menjadi wakil presiden RI.
Bung hatta, sikap negarawan yang langka


(bersambung)
0 Responses

Posting Komentar